KLINIKFARMA – “Jika di antara umat beragama telah tercipta kebersamaan, keserasian, dan toleransi, maka membangun toleransi dengan agama lain akan lebih mudah.”
Itulah yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, saat memberikan sambutan di hadapan ribuan umat Hindu pada Upacara Wisuda Bumi Tawur Agung Sasih Kesanga di Area Wisnu Mandala Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta, pada Minggu (11/03/2024).
Kehadiran Menko PMK, Muhadjir Effendy pada acara tersebut turut didampingi oleh Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana, Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tinaya, Direktur Pendidikan Hindu Ditjen Bimas Hindu Kemenag RI Trimo, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dra. Ema Rachmawati, dan Pelaksana Tugas (Plt.) Asisten Deputi Moderasi Beragama Kemenko PMK Thomas Siregar.
Tema perayaan Hari Suci Nyepi tahun ini adalah “Sat Cit Ananda, Untuk Indonesia Jaya”. Dalam bahasa Sanskerta, “Sat” berarti kebenaran, “Cit” berarti kesadaran, dan “Ananda” berarti kebahagiaan. “Makna dari tema ini adalah untuk selalu mengutamakan kebenaran dalam segala tindakan dan keputusan, membangun kesadaran akan eksistensi diri, serta kebahagiaan bersama dalam mencapai kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia,” jelas Menko PMK.
Tawur Agung adalah serangkaian upacara ritual yang bertujuan untuk mengimplementasikan Tri Hita Karana atau hubungan yang harmonis antara alam sadar manusia dengan alam semesta, serta hubungan antar manusia. Sejalan dengan itu, Menko PMK Muhadjir Effendy menyatakan, “Dalam bahasa Jawa, proses ini disebut dengan ‘jagad cilik’, yang mencakup alam sadar manusia, sementara alam semesta disebut ‘jagad gedhe’. Saat kita membersihkan diri, sebenarnya kita menyatukan ‘jagad cilik’ dan ‘jagad gedhe’, yaitu alam sadar kita dengan alam semesta. Tujuannya adalah untuk membersihkan, menyucikan, dan memurnikan kembali dharma kita.”
Dalam pidatonya, Muhadjir Effendy menegaskan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama. Tidak ada satu pun rakyat Indonesia yang tidak percaya akan adanya Tuhan, sebagaimana yang tercantum dalam rumusan resmi negara kita, yaitu “Berketuhanan Yang Maha Esa”. “Tugas kita, sesuai dengan tema Hari Suci Nyepi ‘Sat Cit Ananda’ untuk Indonesia Jaya ini, adalah membangun kebersamaan, menjaga toleransi, dan memelihara kerukunan,” kata Muhadjir Effendy.
Saat menyaksikan Tari Bedhaya Sivaghra, Menko PMK membandingkan budaya Hindu di Jawa dengan kesenian budaya Hindu di Pulau Bali. Dalam pidatonya, Muhadjir Effendy mengatakan bahwa meskipun tarian Bali biasanya dinamis, tarian Jawa yang sangat halus dan anggun menunjukkan perbedaan yang jelas. Namun, perbedaan ini bukanlah pemisahan, melainkan sebuah mozaik. Perbedaan ini tersusun rapi dan menjadi ciri khas yang membuat kehidupan beragama umat Hindu menjadi indah dan harmonis.
“Tema yang luar biasa ini diselenggarakan pada tahun 2024 Masehi menjelang Hari Suci Nyepi 1946, yang bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan. Semoga ini menjadi pertanda baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dimana umat Hindu melakukan penyucian diri bersama dengan umat Muslim yang akan menjalankan ibadah di bulan suci,” ujar Muhadjir Effendy.
Menko PMK menekankan tema Hari Suci Nyepi tahun ini, menghimbau seluruh umat beragama, terutama tokoh agama, pemimpin agama, para Pandita, dan Pinandita untuk memimpin umatnya, para pemeluk agama Hindu agar menerapkan ajaran dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Hal yang sama berlaku bagi pemimpin agama dari agama lain. Mereka harus memupuk semangat kerukunan, kebersamaan, dan toleransi tidak hanya antar umat beragama, tetapi juga di antara umat beragama.